Tuesday, September 20, 2016

Lebih baik mana, EC atau TDS Meter untuk membantu mengukur nutrisi hidroponik


Perdebatan penggunaan EC dan TDS sudah berlangsung untuk waktu yang lama. Kedua pengukuran ini digunakan untuk menentukan kekuatan larutan pada nutrisi hidroponik. Meskipun kegiatan mereka dalam budidaya tanaman secara hidroponik, aquaponik dan aeroponik sangat tergantung dari pengukuran tersebut, tetapi seharusnya alat ini hanya digunakan sebagai pedoman saja dan Anda harus selalu mengikuti petunjuk pada label nutrisi hidroponik, atau konsultan hidroponik anda.
EC singkatan (Electrical Conductivity) Konduktivitas Listrik yang diukur dalam mS / cm atau millisiemens per sentimeter.
TDS singkatan Total Dissolved Solids dan diukur dalam PPM atau Part Per Million dan TDS diperoleh dengan mengambil nilai EC dan melakukan perhitungan untuk menentukan nilai TDS. Tetapi TDS sebenarnya hanya menebak perhitungan pada konsentrasi nutrisi. Dari semua itu, ada tiga faktor konversi yang berbeda untuk menentukan TDS dari produsen yang berbeda, dan menggunakan faktor konversi yang berbeda pula.
Dengan kata lain Anda bisa menguji solusi yang sama dengan dua alat meter yang berbeda dan mendapatkan dua hasil yang berbeda juga. Tapi dengan alat ukur EC meter, akan menghasilkan pembacaan yang sama oleh semua alat ukur EC meter,  satu-satunya yang membedakan adalah faktor konversi.
Jadi sebaiknya bagaimana ? EC atau TDS
Pertama-tama mari kita bicara tentang perbedaan dan persamaan antara EC dan TDS. Kita semua tahu bahwa kedua alat tersebut untuk mengukur jumlah padatan terlarut dalam larutan nutrisi Anda. Pengukuran ini digunakan oleh kita atau petani untuk mendapatkan ide atau informasi dari berapa banyak keberadaan nutrisi dalam larutan. Dengan mempertahankan atau mengatur tingkat kepekatan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan tanaman Anda akan mencapai hasil yang maksimal. Ini semua terdengar sangat penting tetapi ada beberapa perbedaan utama antara produsen alat ukur yang berbeda. Beberapa dari Anda mungkin telah memperhatikan bahwa beberapa cairan  kalibrasi yang ditandai untuk membaca pada TDS tertentu dapat benar-benar membaca semua alat ukur TDS yang berbeda beda. Di sinilah masalah dimulai.
Sayangnya banyak diantara kita telah menjadi sangat terbiasa menggunakan skala TDS sementara di sebagian besar praktisi di Indonesia dan negara-negara lain, termasuk Eropa, menggunakan EC meter. Faktanya adalah bahwa TDS sebenarnya adalah hasil dari perhitungan dari EC. Masalahnya adalah kurangnya konsistensi antara produsen alat tersebut ketika memberikan informasi ke faktor konversi. disinilah banyak petani seperti kita sedikit membingungkan. Kebanyakan produsen alat meter di industri hidroponik menggunakan salah satu dari dua konversi. Ada yang 442 konversi (40% natrium sulfat, 40% natrium bikarbonat, dan 20% natrium klorida). 442 konversi adalah sekitar 700 x EC di millisiemens (mS). Lalu ada konversi NaCl (natrium klorida) yang ini banyak praktisi hidroponik mengatakan  yang paling dekat solusi hidroponik. Konversi NaCl adalah sekitar 500 x EC dalam millisiemens (mS). Anda dapat melihat di mana perbedaan konversi dari satu konversi ke satu lainnya yang disebabkan penggunaan alat dengan produsen yang berbeda. Misalnya, pengukuran larutan nutrisi yang sama akan membaca 2.100 ppm dari satu alat lainnya akan membaca 1.500 ppm di sisi lain. Itulah perbedaan dari 600 ppm yang  banyak seperti itu akan menghancurkan bisnis hidroponik anda. Kedua alat ukur tersebut berfungsi dengan benar, tetapi mereka hanya menghitung TDS yang menggunakan rumus yang berbeda. Jadi, jika Anda tidak mengkalibrasi meter Anda menggunakan larutan kalibrasi yang benar untuk alat ukur tersebut Anda tidak bisa memberikan pembacaan alat yang sangat akurat.
Solusinya sederhana, bagi pemula sebaiknya menggunakan EC. Dengan EC, tidak ada konversi yang diperlukan sehingga semua alat ukur EC meter akan membaca yang sama terlepas dari produsen berasal.
Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan beberapa contoh pengukuran alat ukur EC dan TDS Meter :
https://www.superproduk.com/blog/lebih-baik-mana-ec-atau-tds-meter-untuk-mengukur-nutrisi-hidroponik/
mS µS NaCl Conv. 442 Conv.
1.0 mS 1000 µS 500 ppm 700 ppm
1.5 mS 1500 µS 750 ppm 1050 ppm
2.0 mS 2000 µS 1000 ppm 1400 ppm
2.5 mS 2500 µS 1250 ppm 1750 ppm
3.0 mS 3000 µS 1500 ppm 2100 ppm

Thursday, February 4, 2016

Managemen Zone akar Tanaman Lettuce system Hidroponik (Floating Raft)



Mempertahankan suhu optimum, oksigen dan tingkat mikroba yang menguntungkan merupakan bagian integral dalam sistem hidroponik.

Pentingnya memberikan tingkat kepekatan nutrisi (EC) dan tingkat pH dalam system hidroponik, tetapi jangan mengabaikan menjaga tingkat suhu optimum, kebutuhan oksigen dan mikroba dalam larutan nutrisi. Karena pentingnya kebutuhan tersebut maka, suhu, tingkat oksigen dan aktivitas mikroba didaerah perakaran sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dalam sistem produksi tersebut. Ini dibutuhkan pengelolaan daerah di sekitar akar yang mengalami banyak aktivitas biologis dan kimia dan pengelolaan  rhizosfer (lapisan sel akar & area di sekeliling akar) dan kondisi dalam larutan nutrisi sangat penting agar dapat menjaga kesehatan tanaman

Menjaga suhu optimal akar
Selain faktor iklim mikro didalam greenhouse agar di kelola dengan baik sesuai pertumbuhan tanaman lettuce, kita juga harus mempertahankan suhu optimum akar agar dapat memiliki dampak yang lebih besar pada kesehatan dan produksi tanaman.
Jika suhu yang lebih tinggi dalam zona akar maka tanaman akan kehilangan banyak energi, Suhu di zona akar terlalu tinggi mempengaruhi integritas membran sel akar. Sebuah gangguan dari membran sel mempengaruhi fungsi akar sehingga serapan hara kurang, dan ini akan mempengaruhi siklus tanaman dan hasil.

Jika suhu dalam zone akar lebih rendah dari optimal, tanaman tumbuh lebih lambat karena metabolisme mereka lebih lambat. Apalagi, jika suhu sangat rendah sampai beku dan terjadi kristal es, ini akan mengakibatkan kebocoran sel dan gangguan sel.
Saat ini pengalaman saya suhu larutan nutrisi memeiliki efek yang lebih besar daripada suhu udara, Tanaman Lettuce dengan suhu udara berkisar 15 ºC -31 ºC dan memiliki suhu didalam larutan nutrisi yang konsisten dari 22 ºC -24 ºC, menghasilkan produksi Lettuce yang sangat optimal, baik ukuran, berat dan kualitas produksinya.
Pada suhu udara di greenhouse yang tinggi, seperti berkisar 33 ºC -36 ºC, bahkan seringkali ssampai dengan suhu 38 ºC, dan kita bisa mengeloa suhu didalam larutan nutrisi 23 ºC -25 ºC, tanaman Lettuce masih menghasilkan produksi Lettuce yang baik dan berkualitas.

Menjaga tingkat oksigen yang cukup
Oksigen dibutuhkan dan dijaga kestabilannya tidak hanya diruangan greenhouse, tetapi juga didalam larutan nutrusi hidroponik, sehingga sehingga respirasi dapat terjadi pada akar.
Ketika kadar oksigen yang rendah di zona akar, akar tidak mengambil nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Kadar oksigen yang rendah menyebabkan peningkatan produksi etilen di akar. Jika ada tingkat etilen tinggi di akar maka akar mulai lebam dan mati. Semakin banyak oksigen hadir, semakin baik serapan hara dan lebih baik bagi sistem akar.
Jika suhu zona akar adalah tinggi, maka tingkat oksigen akan turun Ini adalah alasan lain mengapa suhu di zona akar sangat penting. Tingkat oksigen yang optimal harus lebih besar atau sama dengan 6 bagian per juta oksigen terlarut di zona akar. Tanaman harus mampu mengelola 6-10 ppm tanpa masalah.

Pada hidroponik NFT (Nutrient Film Technique) biasanya tidak perlu melakukan jenis aerasi. Gerakan yang disebabkan oleh aliran air biasanya cukup untuk menjaga tingkat oksigen yang cukup tinggi dalam larutan.
Sedangkan pada hidroponik yang menggunakan Floating Raft (rakit apung) biasanya menggabungkan beberapa jenis sistem untuk menghasilkan oksigen, baik design Styrofoam maupun design aliran suplay larutan nutrisi ke daerah perakaran. Salah itu adalah mengaerasi air di mana udara dipompa ke dalam air. Sebab di air tidak oksigen murni, tapi mengandung cukup oksigen untuk apa yang dibutuhkan dalam larutan hidroponik.

Kegunaan mempertahankan tingkat oksigen adalah dapat mempengaruhi jumlah zoospore jamur pathogen (Phytophthora, Pythium, basicola Thielaviopsis dan Xanthomonas). Jika terdapat lebih banyak oksigen, maka zoospora tidak bertahan juga. Ketika ada kadar oksigen rendah tanaman yang tidak sehat dan lebih zoospora cenderung untuk bertahan hidup. Ini adalah salah satu alasan mengapa ada cenderung masalah penyakit lebih banyak terjadi selama musim panas daripada selama musim hujan atau musim dingin

Selama kita menjaga parameter lain pada tingkat optimal, termasuk suhu akar, pH, nutrisi dan kadar oksigen,biasanya tidak masalah dengan penyakit. Hal ini sangat berbeda  dengan apa yang terjadi jika tanaman yang ditanam di substrat (media tanam). Mikroba membangun secara alami di dalam air seperti di substrat (media tanam).
Saat ini pengalaman saya dengan tingat oksigen antara 7-9 mg/L (Dissolved Oxygen Meter/DO Meter) termasuk zone yang optimal untuk kosentrasi oksigen di daerah perakaran.